OPINI

PERAN PEMUDA DAN MAHASISWA ISLAM
Oleh: Hadi Buhro Wijaya**



Tidak dapat disangkal lagi bahwa terjadinya suatu gerakan perubahan yang ada di sebuah bangsa dilakoni dan didalangi oleh para pemuda. Di Negara kita contohnya, dimulai dari berdirinya Budi Utomo sampai dengan Sumpah Pemuda tahun 1928 membuktikan bahwa pemuda mempunyai peran yang signifikan dalam perubahan bangsa ini. Adanya Sumpah Pemuda, pemuda Indonesia mampu bergerak bersama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Seorang Soekarno pernah berkata: “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku rubah dunia ini”. Ini mempunyai arti bahwa pemuda adalah tonggak Negara.

Pun halnya di jaman Rasulullah SAW, begitu banyak sahabat-sahabat Nabi Muhammad yang berasal dari kalangan pemuda. Begitupun para Nabi yang lainnya seperti Nabi Isa. Muhammad SAW bersabda: “Islam berkembang karena didukung oleh pemuda dan di bantu oleh orang tua”. Kemudia Aisyah RA pernah berkata: “Kaum yang menolongku adalah para pemuda”. Ibnu Abbas RA juga pernah berkata: “Tidaklah diutus para Rasul kecuali seorang pemuda dan tidaklah diberikan ilmu kepada seseorang yang alim kecuali dalam masa mudanya”. Pemuda dikatakan sebagai generasi penerus selain mempunyai fisik yang kuat, semangat (hamasah) dan akalnya juga karena berbagai potensi yang dimilikinya. Abdullah bin Mas’ud ketika melihat pemuda yang menuntut ilmu, maka dia berkata: “Selamat ke atas kalian para pemuda wahai pancaran hikmah, penerang kegelapan dan pembaharu hati-hati”.

Berbicara dalam konteks kepemudaan hari ini, mahasiswa adalah pemuda-pemuda tangguh yang berintelektual tinggi, mempunyai pandangan bebas namun tercerahkan, mempunyai paradigma ilmiah dalam memandang segala persoalan bangsa, mulai social, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Mahasiswa mempunyai jutaan ide dan gagasan dalam menawarkan solusi terhadap problema bangsa ini. Tidak hanya itu, mahasiswa mendapatkan berbagai gelar yang menggelegar: agent of change, director of change, creative minority, iron stock, calon pemimpin bangsa dan lain sebagainya. Berbagai perubahan besar dalam persimpangan sejarah negeri ini, senantiasa menempatkan mahasiswa dalam posisi terhormat, misalnya, sebagai pahlawan demokrasi, bahkan gerakan yang dibangun mahasiswa disebut sebagai pilar demokrasi yang kelima. Mahasiswa menjadi tumpuan harapan bangsa, harapan negara, harapan masyarakat, harapan keluarga dan juga harapan agama.

Mahasiswa dipilih sebagai pelaku karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan. Mahasiswa sebagai segmen pemuda yang tercerahkan Karena memiliki kemampuan intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebabani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang lebih besar. Sedangkan energik berarti pemuda biasanya siap sedia melakukan “kewajiban” yang dibebankan oleh suatu ideology manakala dia telah meyakini kebenaran ideology itu.Dengan potensi itu, wajar jika pada setiap zaman kemudian pemuda memegang peranan penting dalam perubahan kaumnya. Kita lihat kisah Ibrahim as sang pembaharu, atau kisah pemuda kahfi (Q.S. 18: 9-26) yang masing-masing sigap menerima kebenaran.

Namun dalam benak kita berkata, apa yang telah kita lakukan saat ini yang notabene-nya adalah mahasiswa/pemuda. Di tengah euforia identitas itu, tiba-tiba muncul seberkas kesadaran. Ada peran-peran yang harus dilakukan sebagai konsekuensi logis dan konsekuensi otomatis dari identitas mahasiswa. Ada ulama yang kemudian menyampaikan bahwa pemuda memiliki 3 peran:
1.Sebagai generai penerus (Q.S Ath Thur : 21); meneruskan nilai-nilai kebaikan yag ada pada suatu kaum.
2.Sebagai generasi pengganti (Q.S. Maidah : 54); menggantikan kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan dicintai Allah, lemah lembut kepada kaum mu’min, tegas kepada kaum kafir, dan tidak takut celaan orang yang mencela.
3.Sebagai generai pembaharu (Q.S. Maryam : 42); memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu kaum.

Setidaknya ada empat aspek yang menjadi konsekuensi identitas mahasiswa, antara lain: aspek akademis, aspek social organisasional, moral dan aspek social politik. Pertama yaitu aspek akademis. Dalam aspek ini tuntutan peran mahasiswa hanya satu, belajar. Ini sebenarnya merupakan tugas inti mahasiswa karena konsekuensi identitas mahasiswa dalam aspek yang lain, merupakan derivat dari proses pembelajaran mahasiswa. Mahasiswa sebagai bagian dari civitas academica harus menjadi insan yang memiliki keunggulan intelektual, karena itu merupakan modal dasar kredibilitas intelektual. Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan, turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun agenda aktivitasnya jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa adalah insan akademik. Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya selesai kuliah dan menjadi orang yang berhasil. Maka sebagai seorang anak berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan keinginan itu, untuk mengukir masa depan yang cerah .

Kedua, aspek organisasional. Tidak semua hal bisa dipelajari di kelas dan laboratorium. Masih banyak hal yang bisa dipelajari di luar kelas, terutama yang hanya bisa dipelajari dalam organisasi. Organisasi kemahasiswaan menyediakan kesempatan pengembangan diri luar biasa dalam berbagai aspek. Misalnya, aspek kepemimpinan, manajemen keorganisasian, membangun human relation, team building dan sebagainya. Organisasi juga sekaligus menjadi laboratorium gratis ajang aplikasi ilmu yang didapat di kelas kuliah.

Peran ketiga yaitu peran moral, mahasiswa yang dalam kehidupanya tidak dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik berarti telah meninggalkan amanah dan tanggung jawab sebagai kaum terpelajar . Jika hari ini kegiatan mahasiswa berorientasi pada hedonisme (hura - hura dan kesenangan) maka berarti telah berada persimpangan jalan . Jika mahasiswa hari ini lebih suka mengisi waktu luang mereka dengan agenda rutin pacaran tanpa tahu dan mau ambil tahu tentang perubahan di negeri ini, jika hari ini mahasiswa lebih suka dengan kegiatan festival musik dan kompetisi (entertaiment) dengan alasan kreatifitas, dibanding memperhatikan dan memperbaiki kondisi masyarakat dan mengalihkan kreatifitasnya pada hal - hal yang lebih ilmiah dan menyentuh kerakyat maka mahasiswa semacam ini adalah potret “generasi yang hilang “yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa.

Keempat aspek sosial politik. Mahasiswa merupakan bagian dari rakyat, bahkan ia merupakan rakyat itu sendiri. Mahasiswa tidak boleh menjadi entitas terasing di tengah masyarakatnya sendiri. Ia dituntut untuk melihat, mengetahui, menyadari dan merasakan kondisi riil masyarakatnya yang hari ini sedang dirundung krisis multidimensional. Tentang politik bagi mahasiswa bukanlah hal yang asing lagi. Politik adalah "santapan” yang seharusnya dijadikan menu dalam kehidupan kita sehari-hari. Imam Syahid Hasan Al Bana pernah berkata: “Belum sempurna keimanan seseorang sebelum dia berpolitik”. Arti dari pernyataan beliau adalah sebagai muslim kita dituntut untuk mengetahui dunia politik agar kita (umat islam) tidak menjadi bangsa yang terpinggirkan dan terasing. Mengingatkan pemerintah, memberikan solusi terhadap permasalahan ummat dan hidup untuk kepentingan rakyat (ummat) adalah berpolitik. Mahasiswa adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyakan pada diri kita yang memegang label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita mengambil peran dalam diri kita dan lingkungan??

Kampus memang bukan merupakan masyarakat sesungguhnya (real society), tapi ia merupakan masyarakat semu (virtual society) dengan segala kemiripan kompleksitas permasalahan serta struktur sosialnya dengan masyarakat yang sebenarnya. Karena itu, mahasiswa bisa menjadikan kampus sebagai ajang simulasi yang menjadi bekal sebenarnya, ketika betul-betul terlibat dan terjun ke masyarakat sesungguhnya. Semoga kita semua menjadi pemuda ataupun mahasiswa yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, agama dan bangsa ini. Amiin.
Wallahu a’lam bishawab

**Ketua Umum FKMM-OT


0 komentar: